Cegah Stunting pada Anak, Tak Harus Mahal!

Nutrisi adalah faktor penting yang mempengaruhi optimalnya tumbuh kembang anak. Kurangnya asupan zat-zat gizi yang baik bagi tubuh anak terutama di dua tahun pertama kehidupannya, bisa menimbulkan gangguan tumbuh kembang permanen yang disebut stunting. Stunting ditandai dengan perawakan tubuh pendek yang disebabkan oleh kekurangan gizi pada anak di periode emas kehidupannya. Sebanyak 1 dari 5 balita di dunia dan 1 dari 3 balita Indonesia pendek. Sumatera Barat adalah provinsi ke-20 di Indonesia dengan prevalensi balita stunting cukup tinggi yakni 29,9%.

Setiap orang tua pasti ingin mempersembahkan hal terbaik bagi anak-anaknya. Namun, sebagian masih berfikir bahwa menyajikan menu bergizi membutuhkan biaya yang tinggi. Maraknya beragam info di media sosial serta trend makanan organik atau import semakin menggiring opini bahwa makanan sehat identik dengan harganya yang mahal. Padahal, tidaklah demikian.

Kita bisa mulai dengan memahami terlebih dahulu apa kebutuhan gizi anak di masa pertumbuhan. Misalnya, anak memerlukan asupan makronutrien seperti karbohidrat, protein dan lemak serta mikronutrien yakni vitamin dan mineral. Karbohidrat bisa diberikan melalui konsumsi nasi, ubi, kentang atau jagung sebagai sumber energi utama. Jangan mudah tergiur dengan produk impor seperti oat atau sumber gandum lain yang tentunya memiliki harga mahal namun, tinggi serat yang ternyata tidak begitu dibutuhkan anak.

Pemberian pangan hewani seperti telur, daging, ikan atau ayam berperan penting sebagai sumber protein dan lemak yang dibutuhkan anak untuk pertumbuhannya. Telur adalah bahan pangan bergizi lengkap yang mudah didapat dengan harga cukup terjangkau. Ikan kembung, ternyata mengandung asam lemak omega-3 yakni jenis asam lemak penting (esensial) bagi perkembangan sel saraf dan otak, dengan kadar yang lebih tinggi dibanding ikan salmon atau ikan tuna. Harganya pun jauh lebih murah.

Pangan nabati juga cukup mudah didapat. Tahu, tempe dan berbagai kacang-kacangan bisa dikenalkan pada anak. Mari berfikir sekian kali sebelum membeli biji-bijian impor seperti chiaseed atau flaxseed yang diklaim mengandung tinggi omega-3 padahal, zat gizi pada sumber lokal hewani jauh lebih lengkap dan berharga lebih murah. Trend penggunaan minyak impor juga menjamur. Biaya transportasi produk menyebabkan harga menjadi cukup tinggi sementara minyak lokal seperti minyak kelapa atau sawit cukup baik digunakan.

Untuk memenuhi kebutuhan akan mikronutrien maka, konsumsi sayur dan buah lokal bisa menjadi pilihan. Dengan iklim tropisnya, Indonesia sangat kaya akan beragam produk alam. Untuk meningkatkan ketahanan pangan, keluarga juga bisa menanam sumber sayur di lahan terbatas. Selain itu, kemunculan aneka bumbu impor. Bahkan, kehadiran garam Himalaya seolah jauh lebih unggul dibanding garam lokal. Padahal, tidak hanya lebih murah, garam lokal justru mengandung yodium yang sangat penting bagi pertumbuhan anak.

Apabila ditilik lebih detail, biaya hidup untuk kebutuhan makan bisa ditekan apabila keluarga paham akan kebutuhan gizi anggota keluarga serta ragam jenis pangan lokal dengan harga terjangkau. Mengurangi pembelian berbagai produk olahan beku (frozen food) seperti bakso, sosis, roti pizza, kentang dan sayuran beku, dll tidak hanya akan menghemat pengeluaran rumah tangga namun, menjadikan menu harian menjadi lebih seha. Mengingat, kandungan gizi bahan alami yang segar tentu tetap jauh lebih unggul dibanding produk olahan.

Ya, kemajuan zaman memang menghadirkan beragam kemudahan. Namun, akan lebih bijak apabila pengelolaan gizi keluarga juga turut memperkuat basis ekonomi di rumah tangga. Tidak hanya berdampak terhadap status gizi yang baik untuk seluruh anggota keluarga namun, juga berimbas pada kesejahteraan keluarga. Cegah stunting dari rumah, karena makanan sehat untuk anak, tak harus mahal.

 

Oleh : dr. Zuhrah Taufiqa, M.Biomed

Dokter, Dosen, Public speaker, Edukator & Konselor gizi-MP ASI dan Special Volunteer DD Singgalang

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Telegram